Pagi
yang cerah ku awali hariku dengan terlambat bangun 10 menit lamanya. Ditengah
perjalananku, aku membantu seorang nenek yang susah menyebrang. Sesampainya di
sekolah, aku telat 25 menit. Disana sudah terlihat Pak Sango yang tengah
memarahi ke-4 anak yang selalu datang terlambat setiap harinya. Yaitu Seiji, si
cowok tengil yang selalu menatap sinis kepadaku. Kuro, anak yang selalu
bercanda, namun sayang iya bergabung dengan anak tengil itu. Ichi, anak
tetangga yang sering menyapa dan mengajak main ku saat SMP. Kazune, pemilik
cafe yang di cafenya ada seorang cewek
yang berkerja seadanya. Yaitu aku, Sunny. Anak yang terlahir dari keluarga
sederhana. Aku magang ditempat biasanya, yaitu di cafe Kazune. Tanpa disadari Kazune
dan sekolahku yang melarang siwa siswinya magang sebagai peraturannya. Namun,
apa boleh buat kulanggar peraturan sekolahku untuk membantu keluargaku.
Pak
sango memanggil ku “Hei kau! Bergabung dengan keempat anak yang terlambat ini!”
Ia menunjuk kepadaku, aku pun berlari dan tersandung dengan batu yang biasa
ke-4 anak itu simpan untuk mengerjai anak yang tidak hati – hati. Dengan rasa
malu, aku berdiri dan bergabung dengan ke-4 anak itu. Disana aku ditannyai
seperti pencuri oleh pak Sangomi itu (*Nama Ejekan ‘Sango+mi = Sampah’) “Mengapa
kau terlambat?!” katanya. Akupun menjawab seadanya “Aku bangun terlambat dan
pada perjalananku aku membantu seorang nenek yang susah menyebrang”. Pak
Sangomi itu langsung berbicara dengan nada angkuh “Selama itu kah?! BASI!” ke-4 anak yang berada dibelakang ku malah
tertawa sambil memojoki ku. Pak Sangomi pun beraksi, ia menyuruh ku bersama
ke-4 anak itu untuk berlari mengelilingi lapangan sampai istirahat.
Istirahat
pun datang, dengan semangat aku meninggalkan lapangan dan berlari ke kantin.
Disana, aku mengambil jatah catering ku dan mencari tempat duduk yang kosong.
Huft! Aku bertemu dengan ke-4 anak tadi yang di hukum juga. Seiji, anak itu
lagi. Ia membuliku dengan mengucapkan “Si cewek alibi!” ke-4 anak itu pun
tertawa, atas kekesalanku, aku melemparkan puding yang ada di cateringku. Dan
yess!! Tepat pada sasaran. Tepat pada muka Seiji. Tapi, Seiji marah besar
kepadaku. Aku bingung mengapa ia sebegitu marahnya kepada ku?.
Sepulang
sekolah, aku berniat berkunjung ke rumah
Ichi. Untuk menannyakan mengapa Seiji sangat marah kepadaku. Setelah
Ichi menjelaskan, dan yap! Aku tahu mengapa ia sebegitu marahnya kepadaku?.
Seiji tidak suka makanan manis.
Pagi pun
datang kembali, aku menerlambatkan diriku, supaya aku bertemu dengan Seiji
untuk meminta maaf. Aku melihat Seiji yang berada disebelahku yang sama – sama
dihukum.
Setelah
dihukum. Awalnya aku ingin melakukan obrolan privacy berdua dengannya. Namun
seperti yang kuduga, ia tidak ingin berbicara dengan ku. Akhirnya aku
menitipkan surat permintaan maafku terhadap Seiji kepada Ichi sepulang magang di cafe.
Namun,
tanpa diduga Seiji berada di cafe Kazune dimana aku magang. Dan aku menatapnya
dengan saksama untuk memastikan bahwa itu benar – benar Seiji. Tanpa disadari
Seiji sudah menatapku. Akupun berlari sambil memalingkan muka. Aku pergi ke
ruangan manager, untuk meminta izin pulang lebih awal dengan modal alasan ibuku
yang sakit.
Ketika
keluar cafe, tak disangka diluar sana ada Seiji yang menyadari keberadaan ku
disana. Seiji menarik ku kedalam mobil lotus merah nya. Didalamnya aku terdiam
dan diawali dengan Seiji yang berbicara “Wah,.. Ternyata cewek alibi pelempar
puding ini berkerja di cafe Kazune ya?!
Bukannya dilarang magang oleh sekolah?!” dengan kesal aku berkata “Hei!
Jangan laporkan! Kau harus mengerti keberadaan keluargaku yang tak sama dengan
keluarga mu! Dan Seiji harus mengerti!!” dengan polos Seiji berkata “Apa urusannya ku harus mengerti perasaan
mu?!” Dengan wajah memerah aku membalasnya “Bukan itu maksud ku! Maksud ku
mengerti keadaan ku!” “Hmm,.. tapi kita harus buat perjanjian?” Pinta Seiji
kepada ku. Dengan ogah – ogahan aku menjawab “Apa urusannya?!” “Ya,.. kau harus
menuruti 5 permintaan ku dan jika tidak, akan kuberi tahu sekolah mengenai
magang mu itu!!” dengan gelisah aku menjawab “Apa?!!! Tidak bisa begitu!!
Berarti kau menggantung kehidupan seseorang!!!” Dengan santai Seiji berkata
“Ya,.. Tergantung keputusan mu saja..” Dengan terpaksanya aku berkata “Yah,..
ya sudah lah”. “Hm,.. oke aku mulai dengan permintaan ku 1-3! Yang 2 nya akan
kusimpan” Didalam benakku ku berkata aku
heran buat apa ia menyimpan 2 permintaan itu
“Ya,.. itu terserah mu saja!! Cepat katakan!” Seiji memulai dengan
permintaannya yang pertama “Yang pertama, setiap pagi kau harus membangunkan ku
ke apartement ku. Kodenya 0503” “WHAT?!” Dengan kesal aku meneruskan
mendengarkan permintaan Seiji “Ke dua, Kau harus menyiapkan sarapan ku! Dan ke
tiga, tidak jauh beda, kau siapkan makan malam ku” dengan pasrah ku menjawab
“Yah.. Oke, terserah mu saja bawel”. “Dimulai hari ini? Deal?” Seiji
mengulurkan tangannya, Aku pun menjabat tangannya dan berkata “Ya,.. Deal”.
Tengah bersalaman, aku merasakan dag dig dug yang hebat saat tangan Seiji dan
tanganku berjabatan. Seiji membangunkan lamunanku yang freak itu dengan berkata
“Artinya, kau harus memasakan makan malam ku pada malam ini!” tanpa persetujuan
ku dia melajukan mobilnya menuju apartement nya.
Sesampainya
di lobi dengan ke kampungan ku aku berkata “Wah,.. Rumah Seiji besar ya?!”
Seiji pun berbisik kepada ku “Ssttt,.. Ini apartement,.. bukan rumah!” Kami pun
kelantai 2 menaiki lift. Sesampainya di
kamar Seiji, Jauh dari benak ku. Kamar Seiji sangat rapi. Terlihat Seiji yang
selalu menjaga kebersihan kamar apartement nya itu.
Aku pun
ke dapur Seiji. Disana, aku memainkan pisau dan spatula di dapur. Dan jadilah
omlete sederhanaku. Tampaknya Seiji menyukai omlete buatan ku.
Besok
paginya, Pukul setengah 5 aku bersiap – siap dan pergi ke apartement Seiji untuk membangunkannya. Sesampainya di
depan kamar apartement nya Seiji, aku
memasukan kode 0503. Aku masuk dan terlihat Seiji yang tertidur pulas
menggunakan boxer Hulk dan kaos putih yang dingin. Aku membangunkannya. Tetapi,
ada sesuatu yang terjadi tanpa kuduga, Seiji memeluk ku dengan erat. Pada
tragedi itu, aku merasakan kembali, rasa yang pernah aku rasakan saat Seiji dan
aku berjabat tangan di mobil saat itu. Aku segera aku berhenti menikmati rasa
yang datang di dalam hati dan segera membanjur Seiji dengan air putih yang berada
di nakas ‘Byurr’. Seiji pun bangun dari mimpinya. Seiji tersontak melihat ku
berada di dalam dekapannya dan dalam sontakannya Seiji berkata “Sedang apa kau
ada di dekapan ku?” aku pun menjawab “TANNYAKAN PADA DIRIMU SENDIRI!!!!”.
Namun,.. rasa itu,.. membuat ku penasaran. Aku pun menyuruh Seiji mandi agar
efektif. Aku memasak. Aku memasakannnya spagetti instan. Sesudah menunggu Seiji
makan dan mandi, aku dan Seiji berangkat ke sekolah bersama ke-3 temannya
menaikki mobil lotus merah kesayangan nya.
Sesampainya
di sekolah, sekarang adalah hari pertamanya Seiji bersama ke-3 temannya tidak
terlambat. Dan pagi ini adalah pagi pertama ku bergabung dengan ke-4 anak
tengil tadi. Pada jam istirahat, banyak anak cewek yang mengerubuni ku untuk
menannyakan cara mendekati ke-4 anak tengil itu.
Setelah
beberapa bulan aku menjalani aktivitas itu dengan diulang – ulang. Pada suatu
malam, aku mati – mati an menaiki sepeda untuk membelikan bubur makan malam
Seiji.
Dengan
senangnya aku sampai di depan apartement Seiji. Didepan kamar apartementnya seperti
biasanya aku memasukan kode 0503, sambil membuka pintu apartementnya aku
berteriak “Seiji!! Kubelikan kau bubur!”. Lalu, bubur terjatuh dari genggaman
tanganku. Aku kaget, melihat Seiji bersama cewek lain dan cewek itu akan
memeluk Seiji. Seiji melihat ke arahku. Aku berkata “Oh,.. Maaf aku mengganggu”
aku pun keluar dan menutup pintu apartement nya. Di dalam hati aku berkata megapa aku marah dan sedih melihat Seiji
akan dipeluk dengan cewek lain?. Terdengar suara Seiji yang memanggil
namaku. Aku mempercepat gerak ku untuk meninggalkan apartement Seiji, tanpa
disadari aku tidak memperdulikan sepeda ku. Hati ku bergejolak.
Aku
berlari tanpa arah. Dan didalam isakan tangis ku, terdengar seorang cowok
berbicara kepada ku “Hey, Cewek,... mau kemana? Ikut kakak yuk? Sini!” Cowok
itu menarik tangan ku, sudah ku usahakan untuk melepas genggamannya itu. Namun,
genggaman itu sangat keras sehingga aku tidak bisa menghindar. Sekarang, aku
berada di dalam dekapan seorang cowok berengsek itu. Tiba – tiba datang seorang
cowok datang menolong ku. Aku pun terlepas dari dekapan cowok jahil itu. Remang
– remang, aku tidak bisa melihat jelas siapa yang tadi menolong ku. Sudah ku
dengar sepertinya segerombolan cowok jahil itu telah menghilang. Aku segera
menolong orang yang menolong ku tadi. Ternyata dia Seiji! Aku membawa Seiji ke
apartementnya. Aku menunggu dan menunggu hingga Seiji siuman, terpaksa aku
menginap di apartement nya.
Sekitar
pukul jam 3 subuh. Seiji bangun dari pingsan nya tadi. Seiji menanyakan
keberadaan ku “Hei, Sunny gimana baik – baik aja kan?” “Baik, Justru aku yang
tannya, Seiji gimana? Udah sehatan?” jawab dan tannya ku. “Iya,.. lumayan lah,
makasih udah ngobatin ya sunn..” Jawab Seiji kepada ku. “Iya makasih kembali
juga, tadi udah nolongin, mungkin tanpa Seiji, Sunny bakal ancur deh” “Ah,..
Cuma gitu doang” jawab Seiji sambil malu – malu. Aku pun segera bertannya
kepada Seiji “Seiji,.. yang tadi siapa? Pacar ya? BTW maaf ganggu kalian” kata
ku pelan. Seiji menjawab “Bukan,.. itu cuma fans,.. awalnya aku taruhan sama ke-3 teman ku,
mereka menyangka aku dan kamu berpacaran.” Sela beberapa detik dengan perasaan
lega aku menjawab “Oh, Begitu”. Seiji pun bertannya dengan pertannyaan yang
sudah aku hawatirkan akan bertannya tentang yang lain – lain. “Kalau boleh tau,
tadi kenapa Sunny nangis?” tannya Seiji kepada ku. Hati ku berhenti berdetak
dan berdetak kembali, pertannyaan yang aku hawatirkan menyerbu ku, aku pun
menjawab dengan gelisah “Hmm,... Ngg Ngg lupain aja oke?” Seiji pun pasrah,
walau terlihat dari mukanya yang kebingungan ”hmm,.. oke”. Seiji pun bertannya
lagi “Oh, ya boleh ngga aku minta permintaan ke-4 aku?” aku pun menjawab “Hm,..
ya boleh lah, kan udah janji” Seiji pun mulai menyatakan permintaannya yang
ke-4 kepada aku “Aku ingin selalu menjaga mu” “Hah? Kenapa? Apa urusannya
dengan ku?!” sebetul nya aku senang dengan permintaan Seiji yang ke-4 itu *ups.
“Ya, kalau terjadi apa – apa dengan kamu, siapa yang akan bertanggung jawab
atas permintaan 1-3 ku! Dan jika terjadi apa – apa pasti aku yang akan
disalahin” “Ah,.. baik lah,.. terserah mu saja”.
Akhirnya
Seiji pun masuk sekolah setelah beberapa hari ia sakit, aku belum sempat
menyapanya karena tadi pagi ia tidak pergi bersama dengan ku, kebetulan diantar
oleh ibunya. Akhirnya aku berencana menyapa nya saat pulang nanti.
“Hai!
Seiji! Mau pulang bersama?”, Tapi sesuatu telah berbeda, Seiji tidak menjawab
sapaan ku.
Malam
ini, aku akan memasakan ramen untuk Seiji. Dengan semangat aku memotong bawang
merah, tanpa disengaja bawang itu membuat mata ku perih. Dan reflek aku berkata “Aw!”. Tiba – tiba
saja Seiji datang berhamburan kepada ku dan cepat – cepat meniup mata ku. Aku
mengucek mata ku, Seiji berkata “Bodoh!, jangan di kucek, Sini di tiupin lagi”.
Setelah lumayan enakan mata nya, Seiji menannyakan keadaan mata ku “Gimana?
Udah enakan?” , Aku pun menjawab “hm,.. iya udah enakan, makasih” dan damn! Dia
ngga jawab terimakasih ku.
Setelah
beberapa menit, Seiji memecah kan keheningan dengan bertannya sesuatu kepada ku
“Aku mengganggu ya?”, aku terbingung – bingung sambil menjawab “Ha? Ganggu?
Ganggu apa? Maksud mu apa sih! ” Seiji berkata dengan perlahan “Ya,.. hubungan
mu dengan Ichi, aku sering lihat kau berkencan dengan nya, dan sepertinya salah
jika aku membuat perjanjian ini” aku segera membantah “Apa?! Kencan? Aku hanya
curhat saja, dia sahabat ku saat di SMP dulu, mengapa kau akhiri?” Seiji
menjawab “Aku tidak mau mengganggu hubungan kau dengan sahabat ku” aku pun
berteriak “SUDAH KU BILANG SEIJI! KU TIDAK ADA HUBUNGAN APAPUN DENGAN ICHI!”.
Seiji pun tidak berkata apapun lagi dan pergi ke kamar tidurnya. Aku pun
langsung memakai jaket ku dan pulang tanpa diantar oleh Seiji.
Keesokan
pagi nya, Seiji sudah berubah lagi. Aku selalu bingung dengan anak itu. Dia
seperti tidak mengenali ku. Dan sekarang aku tahu perasaan apa yang sering aku
rasakan ketika aku bersama dengan Seiji, yaitu aku suka Seiji. Hari – Hari
tanpa Seiji membuat ku sedih.
Bel
pulang berbunyi, tidak seperti biasanya aku pergi ke cafe sendiri. Tiba – tiba
suara handphone ku berbunyi. Terlihat dialayar ada tulisan Kazune , Aku segera
mengangkat telfon dari Kazune, Kazune berkata “Sunny, tadi sepulang sekolah
Seiji mengalami kecelakaan mobil saat ia mau ke cafe, kabarnya mau menemui mu,
sekarang, kau tidak usah kerja dulu, langsung saja ke rumah sakit di dekat sekolah kita” Tanpa panjang lebar aku
menjawab “iya, sip Kazune! Aku kesana”.
Sesampainya
disana, aku melihat Seiji yang sedang berbaring diatas kasur yang tidak
sadarkan diri. Dokter bilang bahwa Seiji mengalami koma. Aku selalu khawatir
dengan keadaannya, karena aku sayang Seiji. Kuro memberitahu ku bahwa Seiji
berubah sikap karena kesalah pahaman antara aku dan Ichi. Dan ketika Seiji
sudah tau kebenarannya, Seiji mau ke cafe meminta maaf kepadaku, namun di
tengah jalan ia mengalami kecelakaan.
Seminggu
pun sudah berlalu, Seiji masih berbaring di kasur rumah sakit yang belum
sadarkan diri. Aku menangis di sebelah Seiji sambil berkata “Seiji,.. mengapa
kau begini? Aku hawatir dengan keadaan mu Seiji, Sebetulnya,.. aku menyukai dan
menyayangi mu,.. ingin aku katakan,.. tapi aku malu ... ” perkataan ku
terpotong karen seseorang telah memegang tangan ku, kulihat Seiji yang telah
siuman, memegang tangan ku. Seiji berkata “Sstt,.. berisik,.. aku juga
sebetulnya menyayangi mu” aku terdiam tak percaya akan pengakuan Seiji tadi.
Seiji melanjutkan perkataannya “Jadi,.. boleh kan aku meminta permintaan ku
yang terakhir?” aku mengangguk sebagai kode ‘ya’. Seiji mulai menyebutkan
permintaan nya yang ke-5 “Aku ingin selalu bersama mu Sunny, Seiji sayang
Sunny, Jadilah pacar ku” aku tak menyangka semua akan berakhir seperti ini. Aku
pun menjawab “I.. Iya, aku sangat bersedia”. Seiji pun mencium kening ku dan
berkata “Aku sayang pada mu”.
Aku dan
Seiji, menuliskan kisah cinta yang indah dan berwarna. Seiji aku sangat sayang padamu, itulah kata yang selalu
kulontarkan, begitu juga Seiji .
The End
(cipt. Tiravy Fatarani & Salwa Nadia)