Let see!
Hi? Aku Viona, aku siswa yang baru saja naik kelas menjadi kelas 3 SMP. Aku cinta sekolahku, walau aku hanya anak biasa yang mungkin nggak dapat prestasi apa - apa disekolah ku. Aku tidak mengerti mengapa aku mencintai sekolah ku ini ?. Apakah karena ada sesuatu ?. Atau ?. Aku sudah berpacaran dengannya semenjak aku masuk ke sekolah ini.
Kalian percaya mana? Cinta mati karena usia atau cinta mati karena termakan
waktu?. Yap, aku percaya keduanya entah kenapa? Mungkin kalau cinta mati karena
usia, karena cinta ayah ku yang sudah meninggal. Dan jika cinta mati karena
waktu itu, hubungan ku dengan Revand, yang cintanya lama – lama memudar. Aku
cinta dia, tapi aku belum memastikan bahwa dia mencintai ku juga sampai
sekarang. Sifatnya berganti semenjak anniversary ke 1 tahun.
Mungkin ini hanya perasaanku saja, semoga begitu.
Liburanku selama 3 minggu sudah habis, Ini hari pertamaku untuk masuk sekolah
lagi. Terlihat anak kelas 7 baru yang sedang asyik tebar pesona didepan lawan
jenisnya. Aku hanya memandanginya dengan biasa saja. Namun pandangan ku sudah
tak biasa lagi ketika melihat Revand yang sedang asyik berbincang – bincang
dengan adik kelas yang baru saja masuk. Kuakui, adik kelas itu lebih cantik
daripada aku. Hati ku panas melihat Revand asyik berbincang. Sebetulnya tak
apa. Namun, dari pagi aku datang dan sampai sekarang, Revand belum menyapa ku
sama sekali.
Hati
kecilku ingin menghampiri mereka. Namun, aku tak bisa. Aku takut ini hanya
salah paham saja. Aku membiarkan mereka berbincang dan sambil memandanginya.
Revand sepertinya menyadari keberadaan ku melihatnya dari kejauhan. Dan pada
akhirnya Revand memisahkan diri dari anak kelas 7 itu, dan menghampiriku. Aku
sadar bahwa Revand menghampiriku yang sedang berkaca – kaca entah kenapa. Aku
menutup mataku agar mata berkaca itu tertutupi.
“Hey, Vio, dari tadi disini?” tannya Revand
kepada ku. Aku menjawab “Oh, nggak, baru kok. Emang kenapa?”. “Ngggg, ngga
kenapa – kenapa. Ke kantin yuk Vi!” ajak Revand kepadaku. Aku hanya mengangguk
kecil mengartikan ‘yuk’. Revand menggandeng ku ke kantin.
Silang beberapa bulan dari itu. Aku merasakan
sakit hati yang hebat. Aku jomblo (tak punya pacar). Aku tahu ini semua akan
berujung sampai disini walau entah kapan. Waktu ku tersia – sia selama 2,5
tahun lamanya bersamanya. Dan sudah kupastikan, Revand akan bersama perempuan
lain yang lebih baik dari ku. Yap, Revand sekarang bersama anak kelas 7 yang
pada waktu itu kulihat. Walau hanya melihat nya bahagia bersama orang lain pun
aku bahagia, walau aku tahu itu amat teramat menyakitkan. Kuharap mencintai dia
pun aku bisa bahagia walau dia tidak mencintaiku.
“Hey
vio lagi apa?” lamunan ku tersadar karena ada anak laki – laki, tinggi, sedikit
coklat, memakai kacamata, dia Dika. Dika, sahabat ku yang selalu mendengarkan
dan memberi nasihat kepada ku. “Hm,.. ngg ngga, Cuma lagi duduk – duduk aja,
kamu sendiri lagi apa disini?” tannya ku ke Dika. “Ya nyamperin kamu lah! kamu
tuh dari tadi cuma ngucek – ngucekin daun, mending kamu cuci tuh cucian baju
aku dirumah”. Aku tersenyum simpul, karena menyadari bahwa daun itu mengkotori
tangan ku. “Galau ya? Ngaku lo!!! Cerita dong! Udah lama”. Aku menggelengkan
kepala sambil berkata “iya galau, tapi gapapa lah”. Terlihat jelas muka Dika
berubah menjadi wajah prihatin “Oh ya vi, aku tadi liat Revand sama anak kelas
7, kamu gak marah?” aku menundukan kepala “Hahaha ngapain aku mikirin orang
yang udah nyia – nyiain waktu?” “kamu putus? Sejak kapan? Kok gak bilang –
bilang sama aku si?” sontak Dika kepadaku. “Hahaha buat apa aku ngasih tau kamu
Dik?” tannya ku sambil berguyon. “Serius lah vi!” kata Dika kepadaku.
“Mending cari cowok lain ya” omongan itu keluar tanpa aku sadari. “Hahaha aku
banyak kenalan loh vi! Kece badai semua vi! Mau comblangin gak?” “Terserah kamu
aja Dik” jawab ku pasrah.
Aku
tahu, pengaruh anak kelas 7 itu berpengaruh buruk buat Revand. Terlihat nilai
Revand yang turun derastis, dan sifatnya yang menjadi ke kanak – kanakan.
Yah jelas lah, tapi aku gak perduli tentang dia lagi.
Besok
paginya, adalah hari kesukaanku, hari Minggu. Minggu, hari aku biasa berleha –
leha melepas penat selama seminggu disekolah. HP ku bergetar dan mengeluarkan
lagu ‘Fall For You’, menandakan adanya telfon dari seseorang. Kulihat layar HP
ku, namanya jelas “DikaJeyek” kuangkat telfonnya. “Hallo, ada apa Dik?” tannya
ku datar, “IH! Make nannya lagi ! Masih inget gak kemarin aku ngomong apa? Aku
kan mau nyomblangin kamu sama temen aku. Cepet, di cafe biasa!” semangatnya,
pikir ku. “Ah,.. males, aku belum mandi” “Yehh mandi!”. Ku pencet tombol
bergambar telfon merah, menandakan ku matikan.
Aku
mandi. Setelah bersiap – siap aku berangkat ke cafe itu. Terlihat, Dika yang
sedang asyik berbincang dengan temannya. Aku menghampirinya. Dika memasang
wajah gembira. “Nah,.. ini nih yang namanya Viona, Vi kenalin ini Chiko”. Ku
lihat orang itu, tampaknya membosankan. Tapi dia baik, sepertinya gak pernah
berkelahi, anak 1 SMA.
Senin,
ku awali hari ku dengan bangun pagi dan berangkat ke sekolah. Yap, tanpa
sarapan pagi.
Sesampainya
disekolah aku melihat segerombolan anak sedang berkumpul di lapangan dengan
hening. Tak kusadari, aku ternyata terlambat. Aku memasuki gerbang dan
menuliskan namaku di buku nama anak – anak yang terlambat. Aku bergabung dengan
barisan anak terlambat di depan.
Upacara
pun selesai. Aku memasuki kelas ku, 9B. Disana, terlihat kursi yang kosong
hanya satu, kursiku. Di pojok kanan belakang. Aku duduk dan memulai pelajaran.
Bel
istirahat terakhir berbunyi. Aku keluar mencari jajanan dan menghirup udara
segar. Aku ke kantin, sendiri. Aku membawa minuman saja. Aku membayarnya.
Aku
pun pulang. Sesampai di rumah sudah kupastikan mama belum pulang kerja. Aku
masuk dengan memasukan kunci ke pintu. Aku lupa, aku ada janjian sama Chiko
hari ini. Aku bergegas mandi sore dan berpakaian. Aku menempelkan note di
kulkas ‘ma, Viona pergi dulu, nanti jam
setengah 5 Vio pulang, Love u mam’. Aku pergi ke cafe yang kemarin. Disana,
ada Dika dan Chiko sedang berbincang, aku datang “Eh, maaf telat, tadi lupa”
kataku sambil ngos – ngosan. “Hahaha, santai aja kali” kata Chiko kepadaku.
“Hm,.. By the way ada apa ya Dik, Chik?” tannya ku bingung. “Hahhaa,.. kumpul –
kumpul aja, biar makin deket” kata Chiko dengan nada datar.
Pertemuan ku dengannya pun
selesai. Aku sampai rumah terlambat 15 menit, didalam rumah sudah terlihat
wajah mama yang sedang menghawatirkan ku. “Maaf mam, telat 15 menit, tadi
macet” mama langsung mendekapku.
Sudah beberapa bulan, aku
memutuskan untuk tidak pacaran dengan Chiko. Aku tidak menyukai anak itu,
terlalu cuek. Ku tahu, Move on itu tak semudah seperti orang – orang katakan.
Tapi aku akan berusaha untuk tidak mencintai Revand. Sudah 5 bulan aku
mencintai Revand tanpa dicintai.
Akhirnya acara kelulusan ku datang
juga. Aku sudah tidak ingin berlama – lama lagi disekolah ini. Cukup sakit yang
kurasakan ini menggrogoti hati ku selama kurang lebih satu tahun lamanya.
Saatnya membuka lembaran baru.
Acara kelulusan di awali dengan
pidato kepala sekolah. Ku tahu, ini adalah gerbang dimana aku harus melupakan
semuanya. Karena bosan aku pergi ke luar untuk mencari minuman yang ada.
Kulihat Revand yang sepertinya sudah tidak ada hubungan lagi dengan anak kelas
7 itu, karena akhir – akhir ini mereka jarang terlihat bersama. Kuberusaha
untuk tidak menghampiri Revand. Buat apa ku hampiri orang yang sudah menyakiti
perasaan ku?. Walau jujur, aku masih mencintainya, aku tidak bisa melupakannya
dan berhenti mencitainya hanya dalam waktu 1 tahun. Tidak seperti dia, dapat
melupakan seseorang yang tulus mencintainya hanya dalam jangka waktu yang
singkat, dan mencintai seseorang yang baru kenal dengan mudahnya.
Acara kelulusan selesai pukul 5
sore. Aku pulang sendiri, tanpa harus bersama – sama dengan teman – teman ku
yang lain. Ditengah langkah kaki ku terlihat dua orang yang sedang menghalangi
perjalanan ku ke rumah. Dika dan Revand sedang menghalangi ku. Bingung apa yang
mereka lakukan menghalangi perjalanan ku. Mereka mengajak ku ke taman dekat
sekolah.
“Ngapain?” tannya ku dingin. “Vi,
aku sadar cewek yang cintanya tulus tuh cuma kamu aja Vi, Vi please balikan ”
Pinta Revand kepadaku. “Oh,.. selama ini kemana aja?” tannya ku kepada Revand.
Air mata ku mengalir deras. “Vi, please maaf, manusiawi Vi, maklum cowok pasti
gitu, please Vi, aku tau kamu masih sayang kan sama aku” pernyataannya yang
amat datar. “apa?!” aku tersontak lalu meneruskan “ Coba kamu ulang pernyataan
kamu Vand! Kamu gak bisa seenaknya perlakuin cewek kayak gitu! Manusiawi kata
lo? Heh! Manusiawi gimana? Kamu Cuma nyia – nyiain aku aja Vand! Percuma kalau
aku terusin cinta aku ke kamu yang ada bakal kayak kemarin lagi?!” aku sudah
tak bisa menahan amarah. “Janji Vi, gak akan gitu lagi...” janji Revand kepada
ku. Namun, sejujurnya aku ingin menerima cintanya lagi. Tapi, aku nggak bisa
untuk menahan sakit yang sepertinya akan terulang lagi. Dan aku sudah janji
kepada diriku sendiri, aku tidak akan
menerima seseorang yang sudah menyakiti aku, demi kebaikan ku sendiri, walau
itu sakit. “Maaf gak bisa Vand, makasih udah inget”. Dika memotong
pembicaraanku dengan Revand. “Viona, aku suka sama kamu”. Aku tak menyangka.
“Vi, sekarang, aku tau kamu masih sayang sama Revand. Tapi, aku Cuma ingin
ngucapin itu, aku nggak berharap kamu jadi pacar aku kok” suasana menjadi
hening, Dika meneruskan pembicaraannya “dan aku nggak pingin kamu terpaksa
mencintai aku. Aku ingin nunggu kamu bener – bener tulus Vi, walau nggak tau
kapan. Dan Dika Cuma pingin kamu memilih sesuatu yang terbaik untuk kamu.” Aku
terdiam tak tau harus berbuat apa, aku harus memilih yang terbaik untuk diriku
sendiri. “Hm... jangan guyon Dik, lagi serius.” Kata ku. “aku juga serius Vi”
Dika membenarkan. “Terus kalau kamu suka sama aku kenapa kamu nyomblangin aku
dik?” tannyaku bingung. “aku Cuma ingin kamu nggak sakit Vi, aku pingin kamu
bahagia, simple”. Aku bingung untuk membuat keputusan, kuikuti kata hati
ku “Maaf Vand gak bisa” keputusanku sudah terucap. “Hm,.. iya Vi, kalau berubah
pikiran SMS aku aja ya” kata Revand, Revand pun pergi.
Di taman itu, hanya ada
aku dan Dika. Aku berlari mengejar Dika yang sedang jalan untuk pulang. Aku
memeluknya. “Makasih Vi, udah ngehargain cinta aku” Dika membalas pelukan ku.
Dalam hati aku berkata ‘cobalah belajar mencintai seseorang yang
mencintai mu dengan tulus, walau susah, aku harus terus mencoba. Tak perlu aku
melupakan Revand, aku hanya perlu menghapus cinta ku kepadanya. Dan menulis
cinta dihati seseorang yang mencintai ku dengan tulus, Dika’.
The End
cipt. Tiravy Fatarani